Rabu, 15 Desember 2010

Indonesia - Filipina, Siapa yang Menang?



Jakarta - Hari-hari ini diwarnai dengan harapan dan perbincangan tentang pertandingan Indonesia - Filipina di semifinal Piala AFF. Olahraga memang menjadi selepas dahaga kedua negara yang memang belum bisa menuntaskan krisis ekonomi-politik peninggalan rezim lama yang otoriter.

Soal siapa yang menang dalam pertandingan nanti, pasti urusan komentator-komentator
bola yang memang dibayar untuk berbual-bual dan seakan paling tahu sekalipun dari pelatihnya. Yang pasti, keduanya punya ciri yang sama: (maaf) sebagai pengekspor buruh migran dan pengimpor pemain bola melalui naturalisasi.

Membandingkan dua negara ini dalam mengelola penempatan buruh migran tentu tak kalah penting dari membandingkan kekuatan kedua kesebalasan yang mempunyai prestasi mengejutkan dalm turnamen AFF kali ini, apalagi yang dikalahkan adalah Malaysia dan Singapura, negara-negara yang selama ini angkuh terhadap buruh migran dari Indonesia dan Filipina.

Dibanding dengan Indonesia, Filipina memang duluan dalam urusan pengiriman reguler
buruh migran pada dekade awal 70-an, tujuannya adalah Timur Tengah, Eropa dan Amerika Utara. Dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, Ferdinand Marcos mengisi pundi-pundi pendapatan negaranya dari jerih keringat buruh migrannya. Pada saat yang sama, Indonesia masih berkelimpahan rezeki minyak hingga kemudian surut akibat korupsi di Pertamina dan dominasi baru negara-negara Petro-dollar di Timur Tengah.

Surutnya rez eki minyak pada pertengahan tahun 1970-an dan krisis politik pasca Malari menguncang ekonomi Indonesia. Mengirim buruh migran adalah opsi pengaman dari makin tingginya angka pengangguran dan angan-angan guyuran devisa remitansi menggantikan rezeki minyak yang telah berlalu.

Ketika Philipina menetapkan bahwa remitansi buruh migran menjadi sumber pengharapan negara, mereka serius menyiapkan kebijakannya. Tidak demikian dengan Indonesia, mengurusnya masih dengan sambil lalu.

Sadar menjadi negara yang paling lambat masuk dalam pasar tenaga kerja internasional, Indonesia cerdik menggunakan strategi comparative advantage (keunggulan komparatif). Caranya adalah mempromosikan keuntungan jika mempekerjakan buruh migran Indonesia yang penurut, tidak suka protes dan mau dibayar murah. Strategi ini mampu menggeser dominasi Filipina yang mulai "dimusuhi" negara-negara penerima. Pasalnya Filipina menerapkan standar upah minimal yang layak serta sejumlah persyaratan untuk perlindungan buruh migrannya. Dari sinilah akar sejarahnya mengapa buruh migran Indonesia tersandera dalam rezim upah murah nirproteksi.

Dari sisi regulasi, Filipina mempunyai kelengkapan kebijakan perlindungan mulai dari tingkat nasional, bilateral dan multilateral. UU Perlindungan Buruh Migrannya diawali dengan rekognisi (pengakuan) bahwa buruh migran punya peran signifikan dalam pembangunan ekonomi Filipina, bilateral agreement dibuat untuk mengingat perjanjian perlindungan di negara tujuan. Filipina juga meratifikasi Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.

Bagaimana dengan Indonesia, boro-boro memberi pengakuan dan penghormatan terhadap buruh migran, yang dilakukan adalah pungutan dan pemerasan. Sebelum berangkat harus bayar sejumlah biaya, jika pulang harus rela masuk jalur khusus yang juga penuh pungutan bahkan pemerasan yang dilegalkan. UU yang dimuat hanya untuk memudahkan operasional perusahaan pengerah tenaga kerja dan bukan menjadi payung perlindungan. Perjanjian dengan negara tujuan juga bukan untuk tujuan perlindungan tapi memastikan bisnis penempatan berlangsung lancar. Maka jangan heran hampir tiap hari kita disuguhi berita tentang Ceriyati, Sumiyati dan derita-derita buruh migran seakan tak pernah berhenti.

Dalam hal ini, saya jujur mengatakan bahwa Filipina menang dalam urusan perlindungan buruh migran. Bagaimana dengan pertandingan sepakbola Indonesia - Filipina nanti malam? Apakah hanya berharap pada keunggulan komparatif sebagai kandang bermain atau berharap pada keunggulan kompetitif kualitas pemain? Bukan bagian saya menjawabnya.

Tidak ada komentar: