Rabu, 22 Desember 2010

Dukung Keistimewaan DIY Tak Rela Kraton Di obok-obok;Cap jempol Darah Penetapan


22/12/2010 08:55:09 BANTUL (KR) - Sekitar 50 anggota Paguyuban Dukuh (Pandu) Bantul melakukan cap jempol darah sebagai bentuk dukungan terhadap keistimewaan DIY yang ditandai dengan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Mereka pun menegaskan akan menjaga keistimewaan tersebut dengan segala cara, termasuk melakukan demonstrasi di Jakarta. Sebelum melakukan aksi cap jempol darah, anggota Pandu mengikuti upacara kesetiaan dan melakukan pembacaan ikrar Tri Setyo kepada keistimewaan DIY. Ikrar tersebut pertama berisi penegasan terhadap keistimewaan DIY tanpa meninggalkan aspek historis, filosofis dan agraris, kedua menjunjung tinggi Maklumat 5 September 1945 dan harus digunakan sebagai dasar pembahasan RUUK di DPR-RI dan terakhir Paguyuban Dukuh siap menjadi pengawal pembangunan, abdi negara dan pelayan masyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Murjini, Kepala Pedukuhan Ponggok I Trimulyo Jetis mengatakan, aksi cap jempol darah adalah awal dari perjuangan kawula Mataram terhadap sikap pemerintah pusat yang mengobok-obok situasi kondusif DIY. ”Kami tidak rela Kraton Ngayogyakarta disepelekan oleh pemerintah yang tidak mengerti sejarah,” jelasnya. Ketua Pandu Bantul Sulistyo menambahkan, aksi cap jempol darah adalah wujud aspirasi dari warga yang tidak ingin kedaulatan Kraton Ngayogyakarta diusik. Ekspresi perjuangan yang dilakukan oleh anggota Pandu Bantul tetap dalam bingkai menjaga persatuan NKRI. Sulistyo juga menengarai, pemaksaan wacana gubernur utama bertujuan untuk menyelamatkan Presiden SBY karena sudah tidak mungkin mencalonkan jadi presiden lagi. ”DIY menjadi contoh kasus, jika gubernur utama disetujui, daerah lain akan dipaksakan seperti ini. Jika semua daerah sudah memiliki gubernur utama, SBY akan menjadi presiden utama yang tetap memiliki kekuasaan,” ujarnya. * Bersambung hal 7 kol 1 Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mendukung sepenuhnya penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Karena penetapan ini tidak anti demokrasi atau bertentangan dengan demokrasi pada era reformasi. ”Secara historis, sosiologis dan budaya, penetapan gubernur dan wakil gubernur merupakan langkah terbaik. Muhammadiyah mendukung keistimewaan Kasultanan Yogyakarta, jangan otak atik dan tidak ada urgensinya. Kita jangan menafikan setting kultural,” tegas Din usai Orasi Ilmiah Pada Wisuda Sarjana S-1, S-2 Universitas UHAMKA Jakarta, Selasa (21/12) Alasan Muhammadiyah setuju dengan penetapan itu, melihat latar belakang historis bahwa Kasultanan Yogya amat besar jasanya bagi Republik Indonesia. Pada masa penjajahan lalu, Yogya menjadi bagian integral NKRI serta pernah menjadi ibukota pemerintahan pusat. Presiden SBY dan jajarannya seharusnya tidak melupakan sejarah. ”Siapa pun presidennya, menteri dan pejabat Indonesia jangan lupakan sejarah. Ingatlah pesan Bung Karno, jangan lupakan sejarah. Dalam berdemokrasi ada kearifan demokrasi dengan memperhatikan setting kultural dan historis. ”Kasultanan DIY sesungguhnya juga bukan monarki tetapi simbol kesejarahan dan pengakuan kultural. Bahkan perlu diketahui 10 organisasi keagamaan termasuk Muhammadiyah sudah memberikan pernyataan dukungan penetapan,” tandas Din. (*-7/R-5/Ati)-f

Tidak ada komentar: