Kamis, 29 Desember 2011

Jualan Peyek Keliling, Bocah 11 tahun Jadi Tulang Punggung Keluarga


"Aku sayang samo ibu. Aku ndak membahagiakan ibu. Kasian ibu baru keluar dari rumah sakit jiwa (RSJ)," ujar anak usia 11 tahun, M Kelvin, lirih. Ia tak sanggup menahan air matanya, saat menceritakan kisahnya kepada penulis, Rabu (28/12/2011). M Kelvin, siswa kelas V SDN 06 Kelurahan Banyumas, Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, ini sudah menjadi tulang punggung keluarga sepeninggal ayahnya karena menikah lagi dengan perempuan lain.
 
Seorang reporter warga yang mewawancarai Kelvin di kediamnnya, menjelaskan, Kelvin bukanlah anak biasa seperti anak-anak lain pada umumnya. Meski baru menginjak usia 11 tahun, ia sudah menjadi sosok yang dewasa. "Kemiskinan dan keadaan keluarga telah memaksanya sehingga menjadi tulang punggung dalam keluarga," kata Iman sebagaimana ditulis di Kompasiana, Rabu (28/12/2011).
 
Ibu Kelvin, Deti Delita (26), sebelumnya, kata Iman, berjualan pakaian keliling dari desa ke desa. Namun, sejak berpisah dengan suami tercintanya 3 tahun lalu, lama-kelamaan, Deti mengalami gangguan kejiwaan sehingga harus dirawat di RSJKO Bengkulu karena depresi berat. Selama dirawat di RSJ, Kelvin-lah yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. "Ibu sempat dirawat di RSJ beberapo bulan. Baru 3 bulan kemarin ibu sembuh, makonyo bisa ngawankan aku jualan," tutur Iman mengutip ucapan Kelvin.
 
Hingga saat ini, ujar Kelvin kepada Iman, ibunya harus mengonsumsi obat setiap hari. Beruntung, Kelvin terdaftar di Jamkesmas sehingga biaya pengobatan dan obat-obatan bisa gratis. "Ibu harus minum obat tiap hari biar tenang pikirannyo. Alhamdulillah, biayanyo gratis kareno ibu ikut Jamkesmas," katanya.
 
Dilanjutkannya, setiap hari ia selalu berdoa agar diberikan rejeki dari Tuhan, agar bisa meringan beban orang tuanya. Kelvin sangat berharap memiliki rumah sendiri, agar kehidupan keluarganya bisa sedikit lebih tenang. Selama ini Kelvin tinggal di rumah sewahan, dibawah rumah panggung di Gg Pakuwindu Kelurahan Talang Rimbo Baru. 
 
Di rumah kontrakan itu ia tinggal bersama nenek dan kakeknya. Neneknya sehari-hari mengambil upahan cuci pakaian dan kakeknya sebagai buruh bangunan. Serta adik kandungnya, Raihan yang masih bersekolah di PAUD Wijaya Kusuma. 
 
“Kalau laku galo satu toples, aku dapat duit Rp 20.000 kadang dapat Rp 10.000. Setiap hari aku berusaha nabung, untuk ibu duitnyo kelak,” cerita Kelvin, seraya mengatakan, jika sedang sekolah ia berjualan sejak pulang sekolah hingga sore hari. 
 
Namun, disaat musim liburan ini, ia mulai berjualan dari pukul 09.00 WIB hingga siang pukul 13.00 WIB. “Aku malu ndak  minta modal kek Bupati. Tapi, kalau ado modal, aku ndak beli pakaian untuk dijual lagi. Jadi ibu bisa jualan pakaian lagi. Kini, sementaro ngawankan aku jualan peyek,” imbuhnya.
 
Kalau sudah besar, Kelvin bercita-cita menjadi Polisi. Namun, yang menjadi beban pikirannya saat ini, beberapa tahun ke depan saat ia lulus SD dan masuk SMP. “Biaya masuk SMP itukan besak. Aku belum tahu, apo aku ado biaya apo idak. Mudah-mudahan ado sekolah yang bisa gratis,” pungkasnya.

Potret Buram Indonesia di Akhir Tahun 2011


Pergantian tahun sudah dalam hitungan hari. Berbagai perayaan telah dipersiapkan tuk menyambut kedatangan tahun yang baru. Harapan harapan baru kembali diuntai. Kejadian kejadian di tahun ini direnungkan kembali. Sudah semestinya tahun yang akan datang harus lebih baik dari tahun yang telah lewat.
 
Merenungkan kembali artinya, mengoreksi, mengevaluasi, apa yang sudah dilakukan.  Melakukan itu mewujud pada kejadian. Dengan lain kata, kejadian bukanlah benda mati, ia digerakkan oleh subyek yang melakukan.
 
Demikian, mengevaluasi apa yang sudah dilakukan negeri ini, adalah dengan melihat kejadian kejadian di negeri ini. Tragedi kemanusiaan di negeri ini adalah kejadian yang patut menjadi permenungan bersama di akhir tahun ini.
 
Betapa tidak, dalam sebulan terakhir telah terjadi tragedi kemanusiaan sambung menyambung. Pertama, Aksi bakar diri Sondang, seorang mahasiswa, di depan istana sebagai protes atas kekecewaannya terhadap pemerintahan di negeri ini. Aksi tersebut seakan berteriak bahwa suara rakyat tak pernah didengar oleh pemerintah.
 
Kedua, pembantaian di Mesuji, Lampung, soal sengketa lahan antara warga masyarakat dengan pihak sebuah perusahaan pengolah sawit. Pembantaian itu sebetulnya telah terjadi beberapa tahun silam, dan masih berlanjut ke tahun ini. Kejadian itu seakan juga berteriak, bahwa pemerintah selalu berpihak pada pengusaha, bukan rakyat.
 
Ketiga, kebrutalan aparat negara dalam membubarkan paksa aksi warga memblokir pelabuhan penyeberangan Sape di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, yang menolak didirikannya pertambangan di wilayah mereka. Lagi lagi, kejadian ini seakan berteriak bahwa pemerintah selalu berpihak pada pengusaha, bukan rakyat.
 
Menyaksikan kejadian kejadian ini hati kita menjadi miris. Betapa rendah nilai kemanusiaan di negeri ini. Sepertinya bangsa ini tak pernah belajar, atau tidak mau belajar, dari kejadian kejadian masa silam. Klise memang, kalau dikatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa pelupa, tepatnya bangsa melupa. Tapi apa dikata, memang demikian adanya.
 
Kejadian kejadian ini menjadi potret buram akhir tahun negeri ini. Kiranya, tidak berlebihan bila kejadian kejadian itu menjadi bahan permenungan kita bersama di penghujung tahun dalam menyambut tahun yang baru. Demi menuju Indonesia damai, makmur, sejahtera.

Rabu, 28 Desember 2011

NAGGA Band, Lagunya Mengusung Aliran Campur-Campur


Dari pinggiran kota Jakarta, lebih tepatnya daerah Penjaringan, NAGGA Band yang kini digawangi Awan (vokal), Alex (gitar), Ahyar Luba (bass), Tedy (keyboard), Piter (gitar & backing vocal) serta Bay (drum) mencoba meraih sukses di blantika musik Indonesia dengan mengandalkan kekuatan notasi dan lirik –lirik lagu yang sangat unik, berkarakter, lucu serta mudah dihafal.

Dengan memakai bahasa anak tongkrongan sehari-hari, NAGGA BAND mengusung aliran yang dinamakan ‘Multi Genre’ (disko,dangdut, reagge dan jenis musik lainnya), dengan menawarkan lagu yang bisa dinikmati semua kalangan. Lagu lagunya pun lebih menonjolkan ‘Syair N beat tempo’ seperti ‘100% Halal’, ‘4s5s’, ‘Cinta CD’, ‘Tanggung Bulan’ dan ‘Derita Loe’ yang membuat NAGGA Band mampu memiliki penggemar fanatik yang tenar disebut dengan Nagga Lovers.

Debut penampilan Nagga band berawal di awal Januari 2009 saat mengikuti acara LA RUSUN Tanah Merah hasil kerjasama Mesa studio (Billy Tipe-X) dengan LA Lights. Berikutnya NAGGA BAND juga dipercaya Djarum LA Lights menjadi band pembuka LYLA band di area hotel Batavia Kota Tua yang berhasil menghipnotis ribuan penonton untuk nyanyi dan joged bersama.