13/12/2010 10:55:03 YOGYA (KR) - Sebagai wujud keprihatinan dan kedukaan atas polemik Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto mengibarkan bendera setengah tiang selama satu minggu di kediamannya kawasan Golo Yogyakarta seminggu kedepan sejak Minggu (12/12). Apabila masyarakat melihat aksi ini sebagai kebenaran atas RUUK, maka diperbolehkan melakukan hal serupa sebagai ungkapan isi hati. Aksi tersebut juga diselingi dengan pembacaan puisi berjudul “Jangan Lukai Merah Putih”. “Saya melakukan hal ini sebagai wujud keprihatinan saya sebagai anak bangsa bukan sebagai walikota. Maka aksi saya tidak saya lakukan di Balaikota namun di rumah saya. Saya mengikuti langkah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII yang mengatasnamakan tahta untuk rakyat, bukan untuk transaksi politik yang tunduk pada regulasi. Keistimewaan harus dimaknai utuh dengan bahasa hati sehingga disikapi dengan bijak tanpa melukai masing-masing pihak,” tutur Herry yang saat itu mengenakan busana Jawa peranakan (busana yang biasa dipakai abdi dalem-red) berwarna hitam-biru, di dada terpasang merah-putih lengkap dengan blangkon. Dalam puisinya ini, walikota mengemukakan bahwa Bangsa Indonesia telah menorehkan sejarahnya selama 65 tahun merdeka. Sejarah tersebut ditopang oleh cita-cita, komitmen, pengorbanan, kesepakatan dan kebersamaan dalam kebhinekaan. Sebagai anak bangsa, ia mengharapkan kepada semua pihak terutama tim yang berkecimpung dalam perumusan teknis RUUK untuk lebih memaknai sejarah merah putih, amanat Sri Sultan HB IX/PA VIII 5 September 1945, sejarah keistimewaan Yogyakarta dan aspirasi dengan kearifan hati merah putih. “Sejarah adalah garis waktu yang hakiki, tidak bisa semata dimaknai untuk dihapus dengan perspektif regulasi, tidak bisa dilupakan dengan perspektif politik. Amanat 5 September 1945 adalah bagian sejarah berkibarnya merah putih dan keistimewaan Yogyakarta merupakan bagian dari sejarah berkibarnya merah putih,” ucapnya. Ditandaskannya lagi, saat ini yang sedang dibahas merupakan Keistimewaan Yogyakarta, namun bukan Sri Sultan. Dalam hal ini Sri Sultan hanya merupakan simbolisasi yang mewakili kraton dengan rakyat. Ditanya mengenai anjuran segenap elemen yang mendukung penetapan untuk meliburkan karyawan guna mengikuti rapat paripurna di DPRD Provinsi DIY, Herry menyatakan ia tidak akan memobilisasi karyawannya. (M-1)-f |
Senin, 13 Desember 2010
WALIKOTA PRIHATIN POLEMIK RUUK ; Kibarkan Bendera Setengah Tiang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar