JAKARTA, KOMPAS.com - Para pedagang warung makan tegal yang tergabung dalam Koperasi Warung Tegal merasa keberatan dengan rencana penerapan pajak untuk rumah makan yang beromzet minimal Rp 60 juta/tahun. Penetapan pajak ini akan semakin mempersulit kelancaran usaha warteg.
Kalau yang dikenai pajak itu yang omzetnya Rp 170.000, penjual indomie rebus juga kena. Sebaiknya pajak itu untuk yang beromzet Rp 1,5 juta per hari
"Warteg sekarang sulit. Bisa dapat Rp 500.000-Rp 600.000 per hari baru bisa dapat untung. Itu cuma buat hidup saja, belum sekolah anak, kebutuhan yang lain," kata Sastoro kepada Kompas.com, Senin (6/12/2010).
Dengan kondisi seperti itu, kata Sastoro, semua pemilik warung makan pasti sangat keberatan jika harus membayar pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10 persen sebagaimana tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah disepakati Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI.
"Kalau yang dikenai pajak itu yang omzetnya Rp 170.000, penjual indomie rebus juga kena. Sebaiknya (pajak) itu untuk yang beromzet Rp 1,5 juta per hari. Itu warteg jarang sekali yang dapat segitu," ujar Sastoro.
Hari ini Kowarteg akan bertemu dengan Gubernur Fauzi Bowo untuk menyampaikan keberatan mereka mengenai rencana pemberlakuan pajak tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar