JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengatakan, partainya mendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DI Yogyakarta dan Paku Alam sebagai wakilnya. Proses penetapan kepala daerah DIY masih menjadi kontroversi menyusul belum rampungnya pembahasan RUU Keistimewaan DIY.
"Sikap PAN tetap Sultan sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai Wakilnya. Kan Jogja (Yogyakarta) daerah istimewa. Bisa jadi akan ada batasan waktu sampai kapan. Tapi untuk saat ini, penetapan merupakan jalan terbaik untuk keistimewaan Jogja," kata Viva di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/12/2010).
Dia mengatakan, untuk beberapa daerah tertentu, keistimewaan dan kekhususan yang dijamin secara konstitusional harus dipertahankan. Hal itu, menurutnya, merupakan bagian dari warna demokrasi di Indonesia.
"Jogja tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Ada keunikan sejarah dan secara konstitusional dijamin UUD. Selama budaya dan kekhasan itu tidak bertentangan dengan demokrasi, maka layak dipertahankan," ujarnya.
Mengenai survei internal Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan bahwa 71 persen masyarakat Yogyakarta menghendaki pemilihan langsung, dia menilai hal itu tak valid sebab tak jelas dilakukan oleh lembaga mana.
Dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu, Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan hal tersebut. Namun, dia mengaku lupa lembaga mana yang melakukan survei itu.
"Harus jelas, itu lembaga apa yang melakukan survei. Selama ini kan tidak pernah ada kelompok masyarakat pro-pemilihan yang melawan atau menentang yang pro-penetapan," kata Viva.
"Sikap PAN tetap Sultan sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai Wakilnya. Kan Jogja (Yogyakarta) daerah istimewa. Bisa jadi akan ada batasan waktu sampai kapan. Tapi untuk saat ini, penetapan merupakan jalan terbaik untuk keistimewaan Jogja," kata Viva di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/12/2010).
Dia mengatakan, untuk beberapa daerah tertentu, keistimewaan dan kekhususan yang dijamin secara konstitusional harus dipertahankan. Hal itu, menurutnya, merupakan bagian dari warna demokrasi di Indonesia.
"Jogja tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Ada keunikan sejarah dan secara konstitusional dijamin UUD. Selama budaya dan kekhasan itu tidak bertentangan dengan demokrasi, maka layak dipertahankan," ujarnya.
Mengenai survei internal Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan bahwa 71 persen masyarakat Yogyakarta menghendaki pemilihan langsung, dia menilai hal itu tak valid sebab tak jelas dilakukan oleh lembaga mana.
Dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu, Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan hal tersebut. Namun, dia mengaku lupa lembaga mana yang melakukan survei itu.
"Harus jelas, itu lembaga apa yang melakukan survei. Selama ini kan tidak pernah ada kelompok masyarakat pro-pemilihan yang melawan atau menentang yang pro-penetapan," kata Viva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar