Jakarta (voa-islam.com) - Banyak politikus membabi buta dalam menyikapi konflik Indonesia dan Malaysia. Beberapa kalangan DPR RI mendesak pemerintah untuk memboikot film seri buatan Malaysia, Upin-Ipin. Padahal film serial untuk anak-anak ini sarat edukasi yang mencerdaskan anak bangsa.
Alih-alih menunjukkan sikap tegas pemerintah terhadap Malaysia, Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mendesak pemerintah untuk menghentikan tayangan film anak besutan Malaysia, Upin-Ipin. Menurutnya, dengan menghentikan tayangan film Upin-Ipin, akan menggugah kesadaran Malaysia akan pentingnya keharmonisan bertetangga.
"Tentunya paling tidak Pemerintah Indonesia harus mencoba gertakan diplomasi yang enteng-enteng seperti memblokir film seri Upin-Ipin yang dibuat Malaysia," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Senin (30/8/2010).
"Tentunya paling tidak Pemerintah Indonesia harus mencoba gertakan diplomasi yang enteng-enteng seperti memblokir film seri Upin-Ipin yang dibuat Malaysia," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Senin (30/8/2010).
...Banyak politikus membabi buta dalam menyikapi konflik Indonesia dan Malaysia...
Taufik menuturkan, film Upin-Ipin juga menunjukkan representasi industri Malaysia. Dengan melarang Stasiun TV menayangkan film ini, Taufik meyakini Pemerintah Malaysia akan memahami semangat Indonesia menjaga kedaulatan.
"Stasiun TV yang menayangkan agar menggantinya dengan tayangan film seri Si Unyil untuk menunjukkan nasionalisme kita," imbuh Taufik.
Terobosan diplomasi sekecil apa pun, menurut Taufik, akan menyentuh Malaysia. Apalagi, Malaysia sedang marah karena demonstrasi yang diwarnai aksi pelemparan tinja ke Kedubes Malaysia di Indonesia.
"Mencermati respons dari PM Malaysia yang terkesan tidak mau mengalah, Pemerintah seharusnya sangat serius melancarkan terobosan diplomasi. Sebab, Malaysia sangat serius terhadap persoalan sengketa perbatasan dengan Indonesia. Cara-cara unik seperti ini mungkin akan mencairkan hubungan kedua negara," harapnya.
"Stasiun TV yang menayangkan agar menggantinya dengan tayangan film seri Si Unyil untuk menunjukkan nasionalisme kita," imbuh Taufik.
Terobosan diplomasi sekecil apa pun, menurut Taufik, akan menyentuh Malaysia. Apalagi, Malaysia sedang marah karena demonstrasi yang diwarnai aksi pelemparan tinja ke Kedubes Malaysia di Indonesia.
"Mencermati respons dari PM Malaysia yang terkesan tidak mau mengalah, Pemerintah seharusnya sangat serius melancarkan terobosan diplomasi. Sebab, Malaysia sangat serius terhadap persoalan sengketa perbatasan dengan Indonesia. Cara-cara unik seperti ini mungkin akan mencairkan hubungan kedua negara," harapnya.
...Saya kira tidak perlu boikot film Upin-Ipin, kata Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait...
Komnas PA: Boikot Upin-Ipin Kurang Tepat
Sementara itu, Komnas PA menilai Usulan pemboikotan film Upin-Ipin dinilai kurang pas menyusul memanasnya hubungan Indonesia dan Malaysia. Pemerintah lebih baik menyelamatkan nasib 32 ribu anak yang dijadikan 'budak' di Malaysia.
"Saya kira tidak perlu (boikot film Upin-Ipin)," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait, Senin (30/8/2010).
"Saya kira tidak perlu (boikot film Upin-Ipin)," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait, Senin (30/8/2010).
Dalam konteks informasi, Arist berpendapat anak berhak mendapat informasi sesuai perkembangannya dan menjadi bagian mencerdaskan anak bangsa. "Kecuali, film Upin-Ipin merusak generasi bangsa, baru diboikot," ujar dia.
Bagaimana jika diganti dengan film lokal? "Itu bisa saja. Kalau misalnya film Unyil menarik minat dan mencerdaskan anak bangsa. Ini kan masalah konten saja," jawab Arist....Anak berhak mendapat informasi sesuai perkembangannya dan menjadi bagian mencerdaskan anak bangsa. Film Upin-Ipin boleh diboikot kalau merusak generasi bangsa...
Menurut dia, apabila bicara tentang rasa nasionalisme maka tindakan Malaysia telah mengusik martabat bangsa.
"Jadi bukan boikot Upin-Ipin. Dalam konteks anak, saya kira pemerintah Indonesia harus menarik sekitar 32 ribu anak yang tersebar di perkebunan kelapa sawit sebagai budak. Istilah Malaysia, Indon. Itu yang harus diselamatkan," kata Arist.
Arist mengatakan, puluhan ribu anak Indonesia tersebut tidak memiliki akta kelahiran dan tidak diberi identitas sehingga dapat dijadikan tenaga kerja yang murah.
"Mereka tidak bersekolah. Kalau keluar dari perkebunan, mereka takut ditangkap. Jadi sengaja dibuka peluang tenaga kerja ilegal supaya dapat dieksploitasi. Miris sekali," katanya prihatin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar