Rabu, 05 Januari 2011
Revitalisasi Wisata Yogya
06/01/2011 08:16:10 Angin segar wisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pascaletusan Gunung Merapi mulai terasakan. Bekas erupsi perut bumi yang meluluhlantakkan kisaran Gunung Merapi menjadi satu ikon wisata tersendiri. Banyak masyarakat berkunjung untuk melihat langsung bekas sapuan ‘wedhus gembel’ Gunung Merapi. Menjadi kemenarikan tersendiri adalah saat diteliti ternyata desa wisata yang selamat jauh dari perkiraan awal. Diperkirakan dengan adanya erupsi Merapi yang dahsyat tersebut mengakibatkan kerusakan desa wisata yang luas pula. Namun demikian, sebagaimana yang diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, Untoro Budiharjo, dari 38 desa wisata di wilayah Sleman, hanya 3 desa wisata yang hancur. Yang lainnya adalah 14 desa wisata rusak ringan hingga sedang, serta sisanya selamat dan utuh. Artinya 35 desa wisata dari 38 yang ada selamat dari letusan Gunung Merapi. Menjadi sumber energi tersendiri bagi insan wisata saat melihat realita menggembirakan ini. Keadaan ini mengindikasikan betapa wisata DIY dimungkinkan dapat dibenahi dalam waktu yang relatif singkat. Belum lagi saat melihat kepercayaan wisatawan tentunya akan dengan mudah dibangun. Wisatawan dipastikan telah kangen untuk dapat berkunjung ke DIY karena memang nama DIY identik dengan kota pariwisata. Kepopularitasan nama DIY sebagai sentral pariwisata tak hanya dirasakan oleh orang-orang di seluruh pelosok Indonesia namun seluruh belahan dunia. Bagaimana tidak, objek wisata Candi Borobudur merupakan salah satu di antara lima (sekarang tujuh) tempat yang dianggap ajaib di dunia. Ditambah lagi dengan keberadaan pasar Malioboro lengkap dengan kekhasan Budaya Jawa yang ada di sekelilingnya. Juga masih ada Candi Prambanan, Monumen Jogja Kembali, Pantai Parangtritis, Baron, Kukup dan lain sebagainya. Belum lagi saat mengingat Tanam Nasional Gunung Merapi (TNGM) yang juga telah diakui keberadaannya oleh dunia. Kendati harapan DIY dapat segera bangkit dalam sektor kepariwisataannya didukung dengan potensi-potensi yang ada, namun tak semudah membalikkannya telapak tangan untuk dapat merealisasikannya. Banyak rintangan yang mesti dihadapi DIY untuk memulihkan dan/ atau meningkatkan keistimewaan sektor wisata yang ada. Di antara rintangan yang dapat menghambat pemulihan sektor wisata DIY adalah ketidaksiapan pemerintah dalam mengucurkan dana untuk merevitalisasi komponen-komponen wisata yang rusak. Hal ini menjadi wajar karena pemerintah, baik daerah maupun pusat memiliki banyak tanggungan yang meski diselesaikan. Pemenuhan kebutuhan primer para korban bencana Gunung Merapi adalah salah satu dari pertimbangan untuk menomorduakan pengucuran dana yang diperuntukkan pada bidang kepariwisataan. Pun begitu, pengucuran dana untuk sektor kepariwisataan tentu akan dapat diupayakan, karena pemerintahan kita sudah membagi-bagi tugas termasuk dananya. Dalam hal ini, pemerintah memiliki kementerian yang mengurusi khusus tentang wisata. Dari kementerian inilah dipastikan sudah ada jatah dana untuk revitalisasi, meski jumlahnya tak tentu sesuai dengan yang dibutuhkan. Di samping itu, menjadi pertimbangan lain adalah, faktor pariwisata adalah salah satu ikon terpenting bagi pemerintahan dan warga setempat. Dengan kepariwisataan berjalan dengan baik, maka omzet pemerintah juga akan terdongkrak. Begitu pula dengan warga sekitar, mereka akan dapat dengan mudah membuat lapangan pekerjaan. Mulai dari tukang ojek, penjual kacang godok hingga persewaan hotel, semua akan dapat dengan mudah diciptakan dan mendapat hasil nyata. Selanjutnya, seluruh elemen wisata, baik pemerintah maupun warga harus memiliki semangat dan gerak untuk segera mengembalikan kota DIY sebagai kota wisata yang memuaskan dan nyaman dikunjungi. Di samping tempat dan jasa wisata yang ada, tak kalah pentingnya adalah setiap individu atau kelompok yang memiliki hubungan dengan kepariwisataan harus segera melaksanakan aktivitas hariannya. Selama ini banyak hotel-hotel yang tutup karena dampak erupsi gunung Merapi. Banyak juga pedagang makanan ringan, souvenir dan lainnya yang memilih mengistirahatkan diri dari pada menjajakan dagangannya. Hal-hal kecil semacam ini kelihatannya sangat simpel dan sepele. Namun demikian kesimpelannya tidaklah dapat di-sepele-kan dengan begitu saja. Hal-hal remeh semacam ini memiliki pengaruh yang sangat dahsyat bagi para wisatawan. Bagaimana tidak, seorang wisatawan datang ke DIY tentu memerlukan tempat penginapan, makanan ringan, souvenir dan lain sebagainya. Jika toh mereka tidak menginap di hotel, tidak membeli makanan atau souvenir, mereka akan merasakan kenyamanan berwisata di DIY. Tak kalah pentingnya yang lain adalah pelestarian budaya-budaya yang selama ini banyak dilupakan generasi muda. Kiranya wisata budaya tidaklah begitu mengada-ada bagi DIY. Banyak budaya yang dapat dipelajari dan dipertontonkan lagi. Tentu dengan kenyataan semacam ini, tidak menunggu waktu lama, DIY akan segera bangkit. Wallahu a’lam. q-g-(2250-2011). *) Anton Prasetyo SSos I, pengamat sosial dan pariwisata, tinggal di Yogyakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar